Saturday, May 11, 2019

Cerita Pemuas Nafsu Hubungan Terlarang Dengan Atasanku

Pemuas Nafsu - Mbak Lia kurang dari 2 minggu bekerja sebagai Manajer Akuntansi, Sebagai atasan baru, ia sering mengajakku ke ruang kerja untuk menjelaskan overbudget yang terjadi pada bulan sebelumnya, atau untuk menjelaskan laporan yang kubuat. 

Aku sendiri sudah termasuk staf senior. Tapi mungkin karena latar belakang pendidikanku tidak mendukung, manajemen memutuskan merekrutnya. Ia merupakan perusahaan konsultan keuangan.

Usianya kutaksir sekitar 25 hingga 30 tahun. Sebagai atasan, sebelumnya kupanggil "Bu", walau usiaku sendiri 10 tahun di atas. Tapi atas permintaanya sendiri, selama yang lalu, ia mengatakan lebih suka jika di panggil "Mbak". 

Sejak saat itu mulai terbina suasana dan hubungan kerja yang hangat, tidak terlalu formal. Karena sikapnya yang ramah. Ia sering menyebut namaku, sesekali berbicara dengan rekan kerja lain, ia menyebut “Pak”.





Dan tanpa kusadari pula, diam-diam aku betah dan nyaman jika dilihat memunculkan yang cantik dan lembut menawan. Ia memang menawan karena bisa diputar bola waktu bisa bernar-binar, atau tampak tajam. Tapi di balik itu semua, ternyata ia suka mendikte. 

Mungkin karena telah memenangkan pemilihan yang cukup tinggi dalam usia yang relatif muda, kepercayaan dirinya pun cukup tinggi untuk menyuruh seseorang melakukan apa yang diinginkannya.

Mbak Lia selalu mengubah formal. Ia selalu mengenakan blus dan rok hitam yang agak longgar di atas lutut. Saat sedang berada di ruang persiapan, diam-diam aku sering melihat lompatan pinggulnya kompilasi ia mengambil file dari folder rak di belakangnya. 

Walau bagian bawah roknya lebar, tapi aku bisa melihat pinggul yang samar-samar tercetak dari baliknya. Sangat menarik, tidak besar tetapi jelas bentuknya membongkah, menarik mata lelaki menerawang untuk mereka-reka keindahannya

Di dalam ruangan yang besar, terus di samping meja, ada sofa terpisah yang sering digunakan menerima tamu-tamu perusahaan. Sebagai Manajer Akuntansi, tentu saja selalu ada diskusi-privasi 'yang lebih nyaman dilakukan di ruang diskusi untuk di ruang rapat.

Aku yang beruntung saat diundang Mbak Lia untuk membahas arus kas keuangan di kursi sofa itu. Aku selalu duduk terus di sini. Dan jika kami berhasil dalam pembicaraan yang cukup serius, ia tidak berhasil roknya yang agak tersingkap. Di situlah keberuntunganku. Aku bisa melipatgandakan kulit paha yang berwarna gading.

Kadang-kadang lututnya agak sedikit terbuka sehingga aku kesulitan untuk mengintip ujung pahanya. Tapi mataku selalu terbentur dalam kegelapan. Andai saja roknya tersingkap lebih tinggi dan kedua lututnya lebih terbuka, tentu akan bisa kupastikan bulu-bulu halus yang tumbuh di lengannya juga tumbuh di sepanjang paha hingga ke pangkalnya. Ketika kedua lututnya kembali, lirikanku kembali ke betisnya. Betis yang indah dan bersih. Terawat. Ketika aku terlena menatap pemulihan

“Jhony, aku suka itu kau sering melirik ke arah betisku. Apakah dugaanku salah? ”Aku terdiam sambil tersenyum untuk mendapatkan jantungku yang tiba-tiba berdebar.

"Jhony, salahkah dugaanku?"

"Hmm .., ya, benar Mbak," jawabku, jujur. Mbak Lia tersenyum sambil menatap mataku.

"Kenapa?"

Aku membisu. Terasa sangat berat menjawab pertanyaan sederhana itu. Tapi kompilasi menengadah menatapku, kulihat mata berbinar-binar menunggu jawabanku.


                     BACA JUGA >>>> Cerita Pemuas Nafsu Binal Sahabat Cantikku


“Saya suka kaki Mbak. Suka betis Mbak. Indah Dan .., ”setelah menarik nafas panjang, kukatakan alasan sebenarnya.

"Saya juga sering meminta-duga, apakah Mbak juga ditumbuhi bulu-bulu."

"Persis seperti yang kuduga, kau pasti berkata jujur, apa adanya," kata Mbak Tia sambil sedikit mendorong kursi rodanya.

"Agar kamu tidak penasaran untuk memilih, bagaimana jika kuberi kesempatan memeriksanya sendiri?"

"Sebuah kehormatan besar untukku," jawabku sambil membungkukan kepala, sengaja sedikit bercanda untuk mencairkan pembicaraan yang kaku itu.

"Kompensasinya apa?"

"Sebagai rasa hormat dan tanda terima kasih, akan kuberikan sebagai warga negara."

“Bagus, aku suka. Bagian mana yang akan kau cium?

"Betis yang indah itu!"

"Hanya seorang ciuman?"

"Seribu kali pun aku bersedia."

Mbak Tia tersenyum manis dikulum. Ia berusaha manahan tawanya.

"Dan aku yang menentukan bagian mana saja yang harus kamu cium, oke?"

"Kesepakatan, Nyonya!"

"Aku suka itu!" Kata Mbak Lia sambil bangkit dari sofa.

Ia melangkah ke mejanya lalu menarik kursinya ke luar dari kolong mejanya yang besar. Setelah menghempaskan pinggulnya di atas kursi, kursi duduk yang besar dan empuk, Mbak Lia tersenyum. Matanya berbinar-binar seolah menaburkan sejuta pesona birahi. Pesona yang membutuhkan sanjungan dan pujaan.

“Periksalah, Jhony. Berlutut di depanku! "Aku membisu. Terpana mendengar perintahnya.

“Kau tidak mau memeriksanya, Jhony?” Tanya Mbak Lia sambil merenggangkan kedua lututnya.

Sejenak, aku berusaha meredakan debar-debar jantungku. Aku belum pernah diperintah seperti itu. Lebih diperintah untuk berlutut oleh seorang wanita. Bibir Mbak Lia masih tetap tersenyum kompilasi lebih merenggangkan kedua lututnya.

"Jhony, kau tahu warna apa yang tersembunyi di pangkal pahaku?" Aku menggeleng lemah, ada kekuatan yang tiba-tiba merampas sendi-sendi di sekujur tubuhku.

Tatapanku terpaku ke dalam keremangan di antara celah lutut Mbak Lia yang meregang. Akhirnya aku bangkit menghampirinya, dan berlutut di bangkit. Sebelah lututku memutarkan karpet. Wajahku menengadah. Mbak Tia masih tersenyum. Telapak pindah membawa pipiku beberapa kali, lalu pindah ke rambutku, dan sedikit pindah kepalaku agar menunduk ke Arah dipindahkan.

"Ingin tahu warnanya?" Aku mengangguk tak berdaya.

"Kunci dulu pintu itu," katanya sambil menunjuk pintu ruang tamu. Dan dengan patuh aku melaksanakan perintahnya, kemudian berlutut kembali di mulai.

Mbak Lia menopangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Gerakannya lambat seperti bermalas-malasan. Pada saat saya mendapat kesempatan untuk melihat ke pangkal pahanya. Dan kali ini tatapanku terbentur pada secarik kain tipis berwarna putih. Pasti ia memakai G-String, kataku dalam hati. Turnament

Sebelum paha kanannya benar-benar tertopang di atas paha kirinya, aku masih sempat melihat bulu-bulu ikal yang menyembul dari sisi-sisi celana itu. Segitiga tipis yang hanya selebar kira-kira dua jari itu terlalu kecil untuk semua bulu yang mengitari pangkal pahanya. Sementara itu, bibir bayangan bibir di balik segitiga tipis itu.

"Suka?" Aku mengangguk sambil mengangkat kaki kiri Mbak Lia ke atas lututku.

Ujung hak sepatunya terasa agak menusuk. Kulepaskan klip tali sepatunya. Lalu aku menengadah. Sambil melepaskan sepatu itu. Mbak Tia mengangguk. Tak ada komentar yang ditolak. Aku menunduk kembali. Sukses transfer mengelus-elus. Kakinya mulus tanpa cacat. Ternyata betisnya yang berwarna gading itu mulus tanpa bulu halus. 

Tapi di bagian atas lutut kulihat sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus yang agak kehitaman. Sangat kontras dengan warna kulitnya. Aku terpana. Mungkinkah mulai dari atas hingga ..., sampai .. Aah, aku menghembuskan nafas. Rongga dadaku mulai terasa sesak. Wajahku sangat dekat dengan lututnya. Tolak membuat bulu-bulu itu meremang.

"Indah sekali," kataku sambil mengelus-elus betisnya. Kenyal.

"Suka, Jhony?" Aku mengangguk.

“Tunjukkan bahwa kau suka. Tunjukkan bahwa betisku indah!

Aku mengangkat kaki Mbak Lia dari lututku. Sambil tetap mengelus betisnya, kuluruskan kaki yang menekuk itu. Aku sedikit membungkuk agar bisa mengecup bantal gantung. Pada kecupan yang kedua, aku menjulurkan lidah agar bisa mengecup sambil menjilat, mengingat kaki indah itu. 

Akibat kecupanku, Mbak Lia menurunkan paha kanan dari paha kirinya. Dan tak sengaja, kembali mataku terpesona melihat bagian dalam kanannya. Karena ingin melihat lebih jelas, kugigit bagian bawah roknya lalu menggerakkan kepalaku ke arah perutnya. Saat melepaskan gigitanku, kudengar tawa tertahan, lalu ujung jari-jari tangan Mbak Lia mengangkat daguku. Aku menengadah.

"Kurang jelas, Jhony?" Aku mengangguk.

Mbak Lia tersenyum nakal sambil mengusap-usap rambutku. Lalu telapak kembali bagian belakang kepalaku jadi aku menunduk kembali. Di depan mataku kini terpampang keindahan pahanya. Aku tidak pernah melihat paha semulus dan seindah itu. Bagian atas pahanya ditumbuhi bulu-bulu halus kehitaman. Bagian itu juga ditumbuhi, tetapi tidak selebihnya bagian atas, dan warna kehitaman agak memudar. Sangat kontras dengan pahanya yang berwarna gading.

Aku merinding. Karena ingin melihat paha itu lebih utuh, kuangkat kaki kanannya lebih tinggi lagi sambil mengecup bagian dalam lututnya. Dan paha itu semakin jelas. Menawan. Di bagian belakang belakang mulus tanpa bulu. 

Karena gemas, kukecup berulang kali. Kecupan-kecupanku semakin lama semakin tinggi. Dan kompilasi hanya sekitar kira-kira selebar telapak tangan dari pangkal pahanya, kecupan-kecupanku berubah menjadi ciuman yang panas dan basah.

Sekarang hidungku sangat dekat dengan segitiga yang pangkal pahanya. Karena sangat dekat, walau tersembunyi, dengan jelas dapat kulihat bayangan bibir kewanitaannya. Ada segaris kebasahan terselip di bagian tengah segitiga itu. 

Kebasahan yang mengubah rambut-rambut ikal yang menyelip dari kiri kanan G-stringnya. Sambil memandang pesona di depan mataku, aku menarik nafas dalam-dalam. Aroma tercium segar yang membuatku jadi semakin tak berdaya. Aroma yang memaksaku terperangkap di antara paha kedua Mbak Lia. Ingin kusergap aroma itu dan menjilat kemulusannya.

Mbak Lia menghempaskan dulu ke sandaran kursi. Menarik nafas berulang kali. Sambil mengusap-usap rambutku, diangkatnya kaki kanannya sehingga roknya semakin tersingkap hingga tertahan di atas pangkal paha.

"Suka Jhony?"

"Hmm .. Hmm ..!" Jawabku bergumam sambil memutarkan ciuman ke betis dan lutut kirinya.

Lalu kuraih letakkan kaki kanannya, dan letakkan telapaknya di pundakku. Kucium lipatan di belakang lututnya. Mbak Lia menggelinjang sambil menarik rambutku dengan manja. Lalu kompilasi ciuman-ciumanku merambat ke paha bagian dalam dan semakin lama semakin meningkat pangkal pahanya, terasa tarikan di rambutku semakin keras. Dan kompilasi bibirku mulai mengulum rambut-rambut ikal yang menyembul dari balik G-stringnya, tiba-tiba Mbak Lia mendorong kepalaku.

Aku tertegun. Menengadah. Kami saling menatap. Tak lama kemudian, sambil dibuka, Mbak Lia menarik telapak tangan dari pundakku. Ia lalu menekuk dan mengatur telapak kaki kanannya di permukaan kursi. Pose yang sangat memabukkan. Sebelah kaki menekuk dan terbuka lebar di atas kursi, dan yang sebelah lagi menjuntai ke karpet ....


No comments:

Post a Comment