Wednesday, April 24, 2019

Cerita Pemuas Nafsu Gadis Yang Hyper Sex Sangat Binal

Pemuas Nafsu - Aku, Shandy, adalah supir dari bos pemilik berbagai perusahaan real estat di Jakarta. Malam itu, Pak Alvin bos ku, membawa aku membawa kendaraannya pulang karena hujan yang cukup deras dari sakit dan hari sudah semakin larut. Ditambah aku orang kepercayaan Pak Alvin.

Selesai ku antarkan Pak Alvin yang senang bersenang-senang di klub malam, ku pacu kendaraan dengan kecepatan sedang menuju tol dari arah Pondok Indah. Waktu sudah menunjukkan pukul 02:30 pagi, jalan begitu sepi karena malam dan hujan yang tak kunjung berhenti.





"Besok Jakarta pasti banjir nih, hujan seharian gini ..." gumamku dalam hati.

Sekitar 100 meter setelah melewati Pondok Indah Plaza, saya melihat sedan menepi dengan kap mesin yang terbuka. Aku pun berfikir panjang tidak berhenti di belakang mobil tersebut, berniat untuk membantu. "Mana mungkin ada orang jahat pura-pura meminta tolong jam segini ditengah hujan deras, dengan mobil yang lebih mahal dari mobil yang ku bawa malah ..." Pikirku dalam hati.

Segera ambil payung di bagian belakang mobil, dan menghampiri si pemilik mobil yang sedang berdiri sambil memegangi payung di depan kap mobil tersebut.

“Kenapa mobilnya, pak? Ada yang bisa saya bantu? ”Tanyaku ramah sambil mengerenyitkan dahi, cahaya yang redup dan hujan yang cukup deras, membuatku kesulitan melihat si pemilik mobil yang sedikit menutupi payung.

"Ini, Mas. Mogok, gak tau kenapa ... ”Jawabnya pelan. Aku pun kaget karena ternyata perempuan, dari suaranya terdengar belum terlalu tua. Mungkin sekitar 30 tahunan.

"Oh, maaf mbak gak liat, kirain cowok, hehehe ..." Balasku untuk memecah kekakuan. “Coba sementara saya liat, ganti saya ngerti mesin kok…”

Wanita ini memersilahkan aku untuk meminta izin mobilnya. Aku pun sibuk memerhatikan dan mencari tahu masalah sampai mobil ini tidak mau diaktifkan.

"Kenapa tidak telepon asuransi atau tukang derek aja, mbak?" Kataku sambil tetap memikirkan mesin mobilnya.

“Maunya sih gitu, tapi ponsel saya mati semua, Mas. Batrenya abis ... ”Jawabnya memelas. Suaranya sudah parau, sepertinya ia baru saja menangis.

“Kalau aku cek sih, gak ada masalah apa-apa, mbak. Saya bingung juga kalau liatnya ditempat gelap dan hujan deras gini… ”jelasku singkat. “Saya pinjamkan handphone untuk menelpon asuransi atau tukang derek saja ya, mbak. Bagaimana? ”Tawarku menantang. Ia hanya mengangguk pelan.

"Makasih ya, Mas ..." Ujarnya saat ku melangkah menuju mobil untuk mengambil ponsel ku.

"Ini Mbak ..." Kataku sambil membawa ponsel tapiutku yang tidak memiliki kamera tersebut.

Wanita tersebut meraih ponselku dan mengambil sepucuk kartu nama dari dompetnya. Aku sedikit menjauhkan diri saat dia sedang menelpon setelah aku tutup kembali kap mesinnya.

Tidak lama kemudian, "Massa ini ... Terima kasih banyak ya. Aku sudah menelpon tukang derek memindahkan mobilku bisa diangkut ke bengkel ... "

“Iya, mbak sama-sama. Mbak mau pulang kemana emangnya? ”

“Ke Pondok Labu, Mas…” Jawabnya singkat. Awalnya saya ingin menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, tapi langsung ku urungkan niat karena yakin akan menolak, mungkin ia takut akan ku perkosa.

“Saya temani sini ya mbak sampai tukang dereknya datang. Daripada sendirian, jika ada orang jahat, bisa memperbaiki ... ”Tawarku.

“Gak berusaha merepoting, mas. Sudah dipinjamkan handphone saja sudah cukup kok. ”

“Gapapa kok, mbak. Saya juga bawa mobil, tau lah enak gimana kayak mbak gini. ”Balasku tenang. "Ini, KTP saya ini, jika-jika mbak takut saya melakukan kejahatan, paling gak mbak tau identitas saya ..." Ujarku sambil menyodorkan KTP dari dalam dompetku.

Ia pun tersenyum, “Tidak perlu, mas. Saya tau kok mas orang baik dan tidak ada niat jahat. "

"Ya, jika sudah begitu, aku temani ya."

Wanita tersebut pun mengangguk.

"Mbak lebih baik duduk di dalam mobil, daripada kebasahan kena hujan gini ..." "Saya temani sini saja."

“Ya enggak dong, mas. Masa saya di mobil, mas di luar. ”

“Kalau begitu, tunggu di mobil saya saja mbak. Biar saya hidupkan mesinnya, jadi ada AC dan lampunya. Bagaimana? "


          BACA   JUGA    >>>> Cerita Pemuas Nafsu Suami Lugu Ternyata Memuaskan

Ia pun menyetujui ideku.

Kami berdua pun masuk ke dalam mobil. Ia duduk di kursi depan, dan aku duduk disampingnya di kursi pengemudi. Setelah lampu dalam mobil ku hidupkan, barulah ku bisa melihat dengan jelas wanita cantik yang sedang duduk disebelahku ini.

Tubuhnya cukup proporsional, dengan rambut hitam panjang sepunggung, celana jeans hitam ketat dan kaos putih yang cocok jaket cokelat terlihat serasi dengan wajah manisnya. Hidung mancung, kulit putih dan bibir tipis menambah kecantikannya, ditambahkan saat ia sedang tersenyum.

"Mbak siapa namanya?" Tanyaku.

“Gisella, mas. Kalau mas? "

"Aku Shandy, mbak ..."

"Gak usah pake mbak, Gisell aja mas .."

"Jangan pakai mas juga kalau gitu, Shandy saja ..."

Ia pun tertawa kecil mendengar jawabanku.

“Kamu suka habis menangis, kenapa jual?” Tanyaku.

Gisell terdiam sambil memandangi kaca depan mobil.

"Maaf kalau aku lancang, hanya bertanya ..." Tambahku khawatir ia tersinggung dengan barusan pertanyaanku.

“Enggak kok, Shan. Aku capek aja, lagi banyak masalah, pas mau pulang eh mobil malah mogok. Bikin perasaan makin gak karuan… ”jelasnya.

“Banyak bersabar jika gitu, mungkin emang lagi banyak cobaannya. Siapa tau besok malah banyak rejekinya. ”Hiburku seadanya. Gisell pun sedikit tersenyum.

Obrolan pun mengalir, tanpa persiapan Gisell pun menggali masalah yang sedang dihadapinya. Orang tuanya sedang dalam proses bercerai, pacarnya pergi meninggalkannya karena ia sibuk bekerja dan mengurus masalah ke dua orang tuanya. Gisell sendiri karyawan di perusahaan tambang yang kantornya terletak di bilangan Pondok Indah. Lulusan universitas jurusan hukum.

Tidak terasa, hampir satu jam kami ngobrol kesana kemari, sampai akhirnya mobil derek datang. Gisell pun segera mengisi formulir yang diberikan, lalu masuk kembali ke dalam mobilku.

"Terima kasih banyak ya Shan sudah membantu ..." Ucapnya begitu masuk ke dalam mobilku.

"Iya sama-sama, Jual. Aku antar ke rumah ya, gimana? ”

“Kamu emang pulang kemana? Jangan deh, takut ngerepotin ... "

“Enggak kok, ubah rumah ku di Cinere. Jadi searah kan sama rumahmu? "

"Oh ya? Iya deh kalau gitu, sekali lagi makasih ya. Udah ditolongin pinjem handphone, sekarang ditolongin sampe dianterin… ”

"Udah, tenang aja ..." Balasku.

Hari sudah semakin pagi, hujan sudah selesai berganti menjadi kabut tipis yang memulihkan jalan. Tidak sampai setengah jam perjalanan, kami sudah berangkat tujuan. BandarQ

"Rumah kamu dimana, Jual?" Tanyaku.

Gisell pun menunjukkan arah ke Rumah. Aku dengan teliti menyetir, selain karena mata yang sudah biarkan juga rasa kantuk yang semakin datang.

Tidak perlu sulit mencari Rumah karena di pinggir jalan. Rumah besar yang mewah ini terlihat gratis tanpa cahaya sama sekali di dalamnya.

"Sepi banget, kamu tinggal sendiri?"

“Iya, sudah lama aku tinggal sendiri di sini. Orang tuaku tinggal di rumah yang di Kelapa Gading. Itu pun gak tau masih serumah atau udah pisah… ”Jawabnya sedikit kesal.

Aku pun tidak berani untuk banyak bertanya.

Setelah pintu gerbang yang bisa dibuka otomatis dengan remote dari dalam tas Gisell terbuka, mobilku pun ku pasang lalu parkir di depan pintu masuk rumah.

Rumah bergaya minimalis, dua lantai dengan kucing berwarna putih terlihat suram tanpa penghuni, kebun kecil di mencerminkan pun tak terawat karena banyak tanaman yang mati dan layu.

"Akhirnya sampai ..." Ucapku sambil menarik rem mobilku.

“Iya nih. Shan, udah hampir pagi. Kamu gak mau tidur dulu aja di rumahku? Besok pagi baru pulang. Daripada kenapa-kenapa di jalan karena ngantuk ... ”Tanya Gisell.

“Enggak apa apa kok, udah biasa banget nyetir jam segini, namanya juga supir hehehe…” jawabku santai. Sementara dalam hati ingin sekali aku tidur di Rumah. Sayang aku tidak senang hati menerima tawarannya.

Namun berbeda dengan Gisell, ia menawarkan diriku untuk menginap. "Anggap aja aku harus membayar budi karena kamu sudah membantu aku ...."

Aku pun luluh dan menerima tawarannya.

Gisell memersilahkan aku masuk ke dalam rumah. Aku mau membayar masuk ke rumah wanita muda cantik yang baru kenal beberapa jam yang lalu di pinggir jalan. Namun Gisell terlihat santai dengan kehadiranku.

Gisell pun menawarkan beberapa pakaian dan celana pendek untuk digunakan tidur, beberapa milik Ayahnya yang ukurannya tidak jauh berbeda denganku. Gisell juga mengantarkanku ke kamar tamu yang bisa kugunakan untuk menunggu sampai matahari terbit beberapa jam lagi.

Segera saja ku baringkan tubuhku yang aktif dari pagi kemarin. Pukul 4 pagi, buka di dinding jam yang ada di atas jendela kamar. Ku coba memejamkan mataku.

Belum terlelap, pintuku diketuk perlahan.

Aku pun bangkit dari kasur, menuju pintu dan membukanya. Gisell berdiri di depan kamarku, mengenakan piyama tipis dengan rambut yang dibutuhkan.

"Aku gak bisa tidur ..." Ucapnya manja.

“Yah, terus gimana? Mau aku temenin dulu? ”Tanyaku setengah mengantuk. Gisell mengangguk sambil berjalan masuk ke dalam kamarku tanpa ku minta. Ya memang ini adalah Rumah, namun aku lebih suka rumah tangga, bukankah harus masuk rumah.

Gisell pun duduk di pinggir kasurku sambil melihatku yang berjalan mendekat. Ia pun memberikan isyarat dengan lambaian tangan agar aku bisa mendekat.

"Kenapa Jual?" Tanyaku yang masih berdiri di hadapannya.

"Aku mau kasih sesuatu ..." Dengan cepat Gisell menarik turun celanaku. Aku kaget bukan kepalang.

Tangan Gisell langsung meraih penisku, dan memasukannya ke dalam mulut.

Rasa kantuk ku pun hilang, ingin ku tolakugian Gisell namun aku terlanjur menikmatinya. Aku hanya bisa merintih keenakan saat lidah Gisell menyapu batang penisku dan mengangkat penisku untuk berdiri tegak.

"Ahhh Selll, kamu ini ahhhh ..." Rintihku sambil meremas rambutnya. Hisapan Gisell di penisku semakin kuat.

Lahap sekali Gisell menikmati penisku. Tidak ada sedikitpun bagian yang terlewat dari hisapan dan jilatan lidahnya. Memberikan kenikmatan yang diberikan oleh bagiku yang sudah lama tidak disetujui wanita ini.

Setelah beberapa menit, Gisell melepaskan penisku dan berdiri menghadapku. Tanpa basa segera ku lumat bibir tipisnya yang sudah menggodaku dari awal bertemu. Lidah kami saling berpagutan, dera nafas Gisell semakin berat saat aku menelusup masuk ke dalam pakaiannya, mencari dan meremas payudaranya yang lembut dan kenyal.

"Uhhh, Shandy ...." Desisnya saat kuubah kecupanku ke lehernya. Ku jilati setiap senti kulitnya yang putih dan halus tersebut. Tubuhnya bergetar,

keringat mulai keluar dari udara begitu dingin karena hujan dan pendingin dalam ruangan. Tangannya bergantian meremas rambut dan mencengkram punggungku.

Ku dorong tubuh Gisell agar terbaring di kasur. Celana panjang hitam jadi terlihat celana hitam. Kakinya begitu jenjang dan indah, suka sekali aku menatapnya berlama-lama.

Ku gunakan tanganku dari betis hingga pahanya, kirimkan rasa geli Rintihan-rintihan kecil menghidupkan kamar yang biasanya sepi tersebut.

Perlahan dan tarik celana dalam Gisell, kali ini terpampang jelas vagina cantik dengan bulu yang dicukur rapih dibagian atas. Bibir vaginanya sudah merekah basah, klitorisnya sedikit menyumbul keluar, tanda ia sudah tidak sabar untuk diterima olehku.

Ku dekatkan kepalaku ke Arah vaginanya. Dengan kedua jari, ku buka bibir vaginanya dan ku sapu lembut dengan lidahku. Gisell menggelinjang, menarik seprei, rintihannya berubah menjadi teriakan menahan hasrat yang begitu menggairahkan.

“Arrrgghhhh, Shandyyyyy! Terus Shannnn! "

Aku pun tidak memedulikan teriakannya. Rumahnya yang besar, hujan deras yang kembali turun, sudah pasti tidak akan ada yang selamat teriakan nikmat Gisell. Hal itu berubah semakin meningkatkan gairahku untuk menyetubuhinya.

Kali ini kuambilkan kedua jariku, buka ku mainkan lubang Gisell. Tentu saja ia semakin menggelinjang dan menikmati perawatanku. Gisell pun tidak bisa menahan lagi, ia orgasme dan mengeluarkan cairan kenikmatan dari dalam vaginanya.

“Argghh ohhhhhhh, Shandyyy aku keluarrrrr… ..” Teriaknya sambil menarik rambutku.

Ku biarkan cairannya yang berwarna putih mengalir keluar dari dalam vaginanya, lalu ku hisap dan ku habis habis, hanya menyisakan kesenangan yang dikeluarkan tubuh Gisell.

Aku pun bangkit dan mendekap turunkan yang hangat. Gisel mengulurkan tujuan ke dalam saku piyamanya. Ternyata Gisell berhasil kondom untuk pertempurannya denganku. Tidak bisa kulihat jelas kondom berwarna hitam karena lampu kamar yang mati, hanya diterangi temaram lampu meja berwarna kuning.

"Sini, kupakein dulu ..." Pinta Gisell, aku pun menggeser pinggulku agar penisku mendekat ke arahnya. Gisell memasangkan kondom di penisku, lalu ia mengganti posisi diatasku. Digenggamnya lembut penisku yang sudah tegang dari awal hisapan mulutnya tadi, diarahkannya ke lubang vaginanya yang masih merekah merah.

Aku hanya bisa menyaksikan sambil mencoba membuka kancing piyama Gisell satu persatu, lalu ku buka bra berwarna hitam yang mendukung payudaranya. Samar terlihat putingnya berwarna pink yang menegang kencang dan membesar.

Ku remas pelan payudaranya saat penisku masuk ke dalam vagina Gisell. Terasa hangat, licin dan kuat menghisap penisku. Begitu penisku masuk sepenuhnya, Gisell mendiamkannya agar vaginanya bisa diandalkan. Penisku memang terbilang besar dan panjang, Gisell pun merintih kecil saat mendapatkannya di dalam vaginanya untuk kali pertama.

Selang beberapa detik, Gisell menggerakkan pinggulnya ke depan dan belakang. Tangannya mencengkram perutku, mengambil mengadah ke atas dengan mulut terbuka lebar seakan udara tak mampu mengisi otaknya yang saat ini sedang diburu nafsu birahi.

“Arrrgghhhh, enak banget sih kontol kamu, Shan. Suka bangetttt .... ”Desis Gisell ditengah goyangan pinggulnya.

Aku yang sibuk hanya bisa tersenyum sambil memilin kecil putingnya.

Gisell pun mengubah goyangan pinggulnya, kali ini naik dengan frekuensi yang tidak terlalu cepat. Setiap hentakan yang mengantarkan penisku ke ujung vaginanya, menambah volume suara Gisell yang sedang dirundung nafsu.

“Arghhh, arghhhh ssssshhhhhhhhh… ..” Rintih Gisell.

Aku yang puas payudara Gisell, dipindahkan tanganku untuk meremas pantatnya yang kencang. Agar bantu mengangkat pantatnya agar genjotannya semakin cepat. Gisell mengerang kencang saat mencapai puncak kenikmatan yang kedua kalinya.

"Arrrghh, Shandyyyyyyy aku keluarrrr Shanddddd !!!" Crot crot crot. Vagina Gisell terasa menjepit penisku semakin kuat. Gisell ambruk diatas tubuhku. Aku pun mendekapnya dengan penuh kelembutan.

Perlahan aku bangkit masih dengan mendekap Gisell. Ku rubah posisi agar aku yang diatas tanpa mencabut penisku dari dalam vaginanya.

Ku genjot lagi vagina Gisell yang hangat, dengan tanganku yang meremas payudaranya gemas.

“Aarrgggh, Shannn. Kamu kuat banget sihhh .... ”

“Kamu juga kenapa enak banget sih?” Balasku sambil mengusap perut dan pinggangnya. Gisell memalingkan bergerak ke kanan dan ke kiri.

Hampir lima menit aku berada di posisi tersebut. Gisell mencapai klimaks untuk yang ketiga kalinya. Sedangkan aku? Aku pun bingung kenapa penisku ini begitu kuat menggarap vagina Gisell. Mungkin karena kemolekan yang membuatku senang, atau kondom yang diberikan Gisell mengandung cairan yang membuatku bisa bertahan selama ini? Aku tidak tahu, dan tidak ingin melengkapinya, saat ini aku hanya ingin membuat Gisell lemas berdaya karena nikmat yang aku berikan.

Aku memberikan sedikit waktu untuk mengumpulkan nafas dan tenaganya setelah orgasmenya yang ketiga tersebut. Coba ingat wanita yang terbaring tanpa busana di tubuhku ini. Entah mimpi apa aku semalam bisa menikmatinya, bahkan aku belum pernah punya pacar secantik Gisell. Ia sendiri wanita cantik, pintar dan kaya raya yang selevel dengan putri bossku. Bisa dibilang, termasuk wanita yang seharusnya aku kira tidak akan pernah bisa tiduri.

Aku minta Gisell untuk berdiri, ku tarik dibuka, diarahkan ke luar kamar. Aku menuju sofa di ruang TV Rumah. Sofa empuk berbalut kulit cokelat dengan ukuran yang cukup besar untuk permainan pembohong kita berdua.

Aku duduk dan mengisyaratkan Gisell untuk duduk di atasku. Kali ini posisinya memunggungi diriku. Aku sangat menyukai posisi ini karena dapat dengan leluasa meremas pantatnya dan melihat bagaimana penisku terlahap vaginanya dengan rakus.

Dengan tenaga yang tersisa, Gisell menggenjot penisku sekali lagi. Tubuhnya terlihat sangat indah saat menyatu dengan tubuhku. Ringkuh tubuh Gisell saat memegang kenikmatan membuatku senang aku tak kunjung padam.

“Shandyyyy, enak bangetttt. Kamu kok kuat bangettt… Ohhh ssshhhhh gak keluar sshhhhhhh dari tadiiii… ”Racau Gisell.

Aku pun melupakan Gisell mempermainkan penisku di dalam vaginanya. Terasa kedutan kencang di dalam vaginanya yang menambah kenikmatan di penisku.

"Urrghhh, Shannnn ...." Desis Gisell.

Semakin lama, penisku terasa semakin nyaman karena mendorong sperma yang sudah tidak sabar untuk keluar bebas. Ku pegangi pantat Gisell dan ku kendalikan genjotannya agar semakin cepat.

Hisapan kuat vaginanya membuatku tak berkuasa menahan lebih lama.
"Aku mau keluar, Selll ...." Ucapku berbisik pelan.

Dan benar saja, beberapa detik kemudian penisku memuntahkan sperma berkali-kali. Membuatku lemas tak berdaya saat itu juga.

“Arrggghhh, sellll !!!” Teriakku saat orgasme sambil menarik dan meremas payudaranya. Rupanya Gisell pun orgasme, empati kali ia mencapai puncak, ku yakin sudah tak berdaya lagi berhasil.

Gisell pun menjatuhkan dirinya ke sampingku. Baca kondom yang menancap di penisku sedikit menggembung karena jumlah sperma yang keluar. Dengan lembut ku tarik kondom agar tidak ada cairan kenikmatanku yang tumpah.

"Kamu gila ..." Bisik Gisell. Kepalanya menghadap ke jendela, terpejam, namun kata-kata tersebut tidak bisa tahan untuk diutarakan.

"Baru kali ini aku main selama ini, dan seenak ini. Ganti ganti gaya pula. OK banget lah kamu ... ”Puji Gisell lagi. Aku hanya bisa menoleh sebentar dan tersenyum.

Ku angkat tubuh Gisell yang lemas tak berdaya itu ke kamar ku lagi. Ku baringkan dan ku selimuti, lalu aku ikut berbaring di sebelahnya.

Hari sudah terang karena matahari yang cerah dari tidur lelapnya. Kali ini, kami menyambut sambil menikmati hidangan selamat duniawi yang baru saja kami dapatkan bertubi-tubi.

Ku dekap tubuh Gisell, ku kecup lehernya dari belakang. Kami pun terlelap ....

No comments:

Post a Comment